Dongker: Album Baru, Punk, dan Balaclava
17 balaclava bakal disiapkan buat album baru.
Bandung emang nggak pernah absen buat lahirin berbagai band-band besar di Indonesia. Tahun 2019 kemarin, muncul sebuah band bernama Dongker yang cukup menarik perhatian lewat genre 70s punk dan aksi panggungnya yang atraktif, lengkap dengan balaclavanya.
Bernaung di bawah Greedy Dust, Dongker sendiri beranggotakan Arno dan Delpi pada gitar dan vokal, Bilal pada Bass, dan Dzikrie pada Drum. Keempatnya bertemu saat masih berstatus mahasiswa di Institut Teknologi Bandung dan kemudian berhasil ngerilis tiga EP, dua single cover dan lima single dalam kurun waktu empat tahun ke belakang. Salah satu lagunya, “Bertaruh Pada Api” yang dirilis pada November 2022, berhasil menembus tiga juta pendengar di digital streaming dan sekaligus jadi lagu yang makin membuat band tersebut dikenal luas.
Meski sempat ramai diperbincangkan oleh publik bahkan mendapatkan cancel culture di awal bulan Maret lalu, Dongker justru berhasil comeback dengan ngerilis dua single mereka yang berjudul “Sedih Memandang Mimpi” dan “Luka di Pelupuk Mata”. Nggak cuman itu, nama Dongker juga terus bermunculan di berbagai festival ternama di Indonesia dan kabar terbarunya meraka sedang menyiapkan debut albumnya di tahun 2024.
Hypebeast Indonesia pun berkesempatan buat ngobrol bareng salah satu personil Dongker, Delpi Suhariyanto, mengenai filosofi di balik nama Dongker, proses comeback, balaclava, sampe progress dari debut album mereka.
Hai Delpi, kalian dulu sedekat apa sih pas masih ngampus sampe akhirnya berhasil melahirkan Dongker?
Dulu Saya sama Bilal tinggal bareng satu tahun waktu tingkat pertama dan Arno juga sering tidur kosan saya waktu itu. Cuma yang bikin kami sangat dekat dan bukan hanya antara kami berempat tapi banyak kawan dalam satu Fakultas Seni Rupa & Desain, karena metode ospeknya yang lucu dan sesuai dengan kami. Waktu di ospek awal kami bikin arak-arakan wisuda, Dzikri jadi Komandan Lapangan (Kostumnya Belalang), Saya jadi Kordinator Musik (Kostumnya Bunga Sepatu), Bilal bantu bikin artistik raksasa, Arno di perijinan (Kostumnya nyolong kostum temen angkatan kami namanya Dikdik karena Arno ga bikin). Setelahnya kami cukup aktif di organisasi tingkat jurusan dan fakultas, lalu Bilal mulai tinggal bareng Dzikrie dari tinggal tiga dan sampe sekarang kontrakan mereka jadi base camp kami.
Kalau ditanya sedeket apa agak bingung, tapi kami selama ngeband ga pernah berantem atau adu argumen yang alot karena sudah saling ngerti di masa-masa organisasi kampus yang drama bodonya udah banyak banget.
“Balaclava emang sering dimaknai sebagai simbol perlawanan, tapi buat kami Balaclava punya maknanya sendiri dengan keberagaman warna dan detail yang tidak destruktif.”
Musik kalian bisa dibilang tidak sedingin warna biru, tapi kenapa akhirnya memilih nama “Dongker” buat band kalian, siapa yang mencetuskan nama itu?
Nama pencetusnya adalah Juzari Rachmad. Waktu mau rilis Demo 2019 (Self-released) di bandcamp kami belum ada nama, jadi sambil saya layout cover, temen-temen ngumpul di Gedung Seni Rupa (Kurang lebih 20 orang) dan setiap orang ngasih ide habis itu kami pilih.
Setelah dipilih Dongker, Juzari kasih versi panjangnya, boDONG KEkaR buat jadi laman bandcamp kami, bodongkekar.bandcamp.com (Disitu ada Demo 2019 kami dan satu cover lagu dari Majelis Lidah Berduri).
Kenapa akhirnya memilih genre punk, siapa yang jadi referensi musik kalian?
Yang punya background ngeband kebetulan cuma saya dan itu di musik hardcore. Jadi kami sempat mencoba beberapa musik sambil nyari yang cocok yang seperti apa. Waktu awal kami ngeband belum bareng Dzikri. Drummer kami waktu itu namanya Retno dan kami lebih sering mainin musik indie pop kayak Smith Western, Deerhunter, sesekali ada The Orwells, Surf Curse, Diamond Youth, dan coba-coba bikin materi. Waktu bareng Dzikri, Arno sempet latihan berdua dan cover Royal Blood. Di momen itu kami hanya main di acara Fakultas atau UMKM tingkat Fakultas namanya Berisik SR.
Setelah jalan tiga tahun buat coba-coba, akhirnya kami buat demo yang musiknya nyerempet ke 70s punk, kayak Protex, The Undertones, Modernettes, Rudi Big Time, tapi menggunakan lirik berbahasa Indonesia yang banyak ter-influence dari band Jogja, seperti Majelis Lidah Berduri, Frau, & Festivalist.
“Kami memilih diam dan menenangkan diri sehingga membatalkan konser kami saat itu serta memilih rehat selama satu bulan.”
Empat tahun dengan tiga EP, Lima Single, dan berbagai panggung serta festival, termasuk proses yang sangat cepat. Gimana proses kreatif dan pembagian kerja masing-masing member Dongker?
Dalam kesehariannya saya mengambil peran cukup banyak secara manajerial karena kebetulan saya juga hadir sebagai bagian dari label (Greedy Dust Records). Jadi penataan konten, timeline produksi, distribusi merch, pembagian royalti, jadwal panggung dipegang oleh saya dan dibantu Aziz Nur Fata (Marcom & Finance Greedy Dust). Sedangkan di internal Dongker saya (Delpi) fokus dalam produksi musik & visual. Arno berperan dalam produksi panggung seperti inventori alat-alat Dongker, pembagian kinerja tim lapangan, sekaligus admin Twitter dan Instagram. Dzikrie kurang lebih jadi HRD dan finance.
Bilal di momen awal Dongker membuat dua animasi untuk Batas Pedut & Merusak Kesenangan. Januari 2023 baru menikah dan sekarang sedang transisi jadi belum banyak peran di internal. Diluar member kami ada enam crew tetap: Keivi sebagai road manager & teknisi drum, Rafly sebagai soundman, Ferdian sebagai teknisi gitar Delpi dan stage manager, Syamil sebagai teknisi bass & visual jockey, Opang sebagai teknisi gitar Arno, dan Zirlyan Paking Paja sebagai fotografer.
Beberapa bulan yang lalu Dongker sempet rame banget dibicarain sama publik, gimana akhirnya kalian bisa comeback ngelewatin itu semua sampai akhirnya rilis lagu “Sedih Memandang Mimpi” dan “Luka di Pelupuk Mata?”
Di hari pertama ketika ramai di medsos, kalau ga salah tanggal 1 Maret, h-4 showcase kami di Bandung saya langsung cerita ke mitra terdekat Dongker & Greedy Dust buat mitigasi terkait isu Baliho BACALEG saya di Blitar. Beberapa orang yang langsung saya ajak diskusi terkait tindak lanjut publik dan minta masukan adalah: Kukuh (Sun Eater), Renosurya, Armand Dhani, Kevin Aditya (Kevple), Omar (Vice Indonesia) & tim internal Dongker maupun Greedy Dust.
Selain mereka tentu kerabat dan teman terdekat tak henti-hentinya memberi dukungan moral. Kalau kesimpulan dari Dongker (Kami berempat) dalam momen cancel culture yang melibatkan kehadiran tidak langsung dalam hal ini internet dan netizen, jangan reaksioner dan terus memberi topik tambahan ke publik, kami memilih diam dan menenangkan diri sehingga membatalkan konser kami saat itu serta memilih rehat selama 1 bulan yang kebetulan setelah itu juga bulan ramadhan.
Kami hanya mengunggah statement berupa pembatalan konser. Sedangkan bentuk informasi terkait baliho BACALEG ataupun pembahasan ideologis tentang lagu “Bertaruh Pada Api” kami bahas bersama Vice dalam bentuk wawancara dengan BasBoi yang diunggah tiga minggu setelah isu itu mencapai puncaknya di 1 Maret 2023. Buat dua single tersebut memang sudah selesai jauh-jauh hari. Jadi timeline konten kami tidak berubah jauh. Hanya penyesuain jadwal panggung saja. Dan baiknya setelah kami comeback dan sering manggung tidak ada kejadian yang tidak mengenakkan lagi.
“Akan ada 12 lagu baru dan lima single yang sudah dirilis sebelumnya. Tiap lagu akan divisualisasikan menggunakan 17 Balaclava.”
Dongker bisa dibilang sangat identik sama Balaclava, ada cerita apa dibalik itu semua?
Untuk hal ini Arno lebih bisa bercerita banyak tapi yang sering diulang karena dia ingin menutupi ketampanan (hahaha). Beberapa kali dia cerita waktu into scene hardcore/punk minder karena penampilan orang lain atau band lain sangat keren jadi dia memilih menggunakan balaclava. Pertama kali Arno pakai waktu gigs solidaritas Festival Kampung Kota, namun masih menggunakan Balaclava Eiger. Sedangkan untuk balaclava signature dengan desain seperti sekarang baru dipakai Februari 2022 waktu gigs Sound of Strenght di Jakarta Timur. Dibuat oleh teman kami Shafira Sasha AKA Sasha Jakbar
Apa arti Balaclava sendiri buat Dongker?
Balaclava ini muncul dari inisiatif Arno karena kebiasaan di kampus. Tapi jika dimaknai lebih dalam, Balaclava memang sering muncul sebagai simbol perlawanan, represifitas, kriminal, kekerasan, dan kerap dikaitkan dengan nilai perjuangan dalam berbagai narasi.
Namun, buat kami balaclava memiliki ceritanya sendiri yang hadir lebih beragam dengan berbagai warna ceria serta detail yang tidak terkesan destruktif.
Katanya Dongker lagi nyiapin 17 Balaclava buat 17 lagu di album terbaru nanti?
Betul sekali. Album kami yang sempet mundur karena awalnya kami kejar September 2023 ternyata tidak berhasil terkejar dan sekarang akan benar dan pasti kami rilis di Mei 2024. Akan ada 12 lagu baru dan lima single yang sudah dirilis sebelumnya. Tiap lagu akan divisualisasikan menggunakan 17 Balaclava. Sekarang baru terkumpul 10 termasuk kolaborasi dengan Button Network (Skatesuckers) waktu Joyland kemarin. Sisanya akan ada Balaclava yang didesain Arno sendiri dan juga beberapa brand seperti Capslock & Miracle.
Last question, kasih bocoran sedikit dong tentang progress album terbaru kalian?
Musik sudah 70%. Gitar udah beres 17 lagu. Vokal arno kurang dua lagu. Drum kurang delapan lagu. Bass kurang lima lagu. Sedangkan visual baru mulai dikerjakan. Cover dikerjakan oleh salah satu seniman yang ada di ArtJog 2023. Visual 17 lagu oleh fotografer kami Zirlyan Paja dan beberapa kolaborasi untuk MV. Doakan lancar dan terkejam Mei 2024.